Vincent Brummer, profesor filsafat
agama dari universitas Utrecht, dalam bukunya “What Are We Doing When We Pray?”
menuliskan, bahkan August Comte, salah seorang peletak dasar mazhab positivisme
sekalipun, menganjurkan kepada para pengikutnya untuk berdoa setidaknya dua jam
dalam sehari.
Rasanya
memang tidak ada agama maupun aliran kepercayaan apapun yang tidak
membincangkan doa.
Doa
merupakan kebutuhan rohani manusia yang paling dasar. Sebagaimana tubuh kita
yang memerlukan makan, minum, dan asupan biologis lainnya. Ruh manusia pun
butuh penyegaran melalui sarana doa. Setiap hari kita berdoa, bahkan umat Islam
memiliki kesempatan lima kali dalam sehari untuk berdoa. Pertanyaan yang
barangkali muncul, doa seperti apa yang dapat memberikan pengaruh dalam
perbaikan rohani kita?
Menarik
kiranya, menyimak lantunan doa-doa dari para guru sufi dan wali Allah. Selain
mereka merupakan pewaris para Nabi, pengalaman pribadi mereka dalam menapaki
tangga-tangga spiritual hingga mencapai derajat makrifatullah, dapat menjadi
cermin berharga.
Terlebih
sosok Rumi, ia tidak hanya guru sufi, tapi juga seorang adib yang memiliki rasa
berbahasa tinggi. Lalu bagaimana sebenarnya Rumi memaknai doa yang dilantunkan
dalam syair-syairnya, terutama buku Matsnawi?
Pertama, Rumi berpendapat, ketika kita akan mulai berdoa,
sesungguhnya Tuhan telah mengabulkan doa itu sendiri. Karena kesadaran untuk
berdoa pada hakikatnya adalah hadiah dari-Nya. Dalam berbagai bait syair di
buku Matsnawi, Rumi bersenandung:
Mata air doa ini bersumber dari
kasih sayang dan ajaran Rabbani
Jika tidak, mana mungkin api hawa nafsu menjadi taman rohani
(Matsnawi, jilid 2, bait 2449)
Jika tidak, mana mungkin api hawa nafsu menjadi taman rohani
(Matsnawi, jilid 2, bait 2449)
Doa ini sejak awal adalah titah-MU
Jika tidak, mana mungkin hamba lemah ini menghadap-Mu
Jika tidak, mana mungkin hamba lemah ini menghadap-Mu
(Matsnawi, jilid 6, bait 2319)
Kedua, Menurut Rumi, pengakuan dan memaafkan merupakan
syarat berdoa, seperti syair yang ditulisnya di buku Matsnawi jilid 5, bait
4010-4011:
Tuhan…
telah
kuzalimi diriku dan tak terbilang dosaku
Wahai yang Maha Penyayang, ampunilah segala khilafku
Telah kumaafkan siapa saja yang pernah menyakitiku
Maka, duhai Tuhan…maafkanlah segala kesalahanku
Wahai yang Maha Penyayang, ampunilah segala khilafku
Telah kumaafkan siapa saja yang pernah menyakitiku
Maka, duhai Tuhan…maafkanlah segala kesalahanku
Sebagaimana
kita ketahui, dosa merupakan salah satu penghalang terkabulnya doa. Sayidina
Ali dalam salah satu munajatnya, berdoa, “Ampunilah dosa-dosaku yang
menghalangi doa”. Karena itu, Rumi menganjurkan untuk memohon ampunan kepada
Allah, sebelum mulai berdoa. Dan Tuhan hanya akan mengampuni orang-orang yang
telah memaafkan dirinya dan orang lain yang berbuat salah kepadanya.
Di kelas
Yogya yang saya ikuti, sebelum melakukan meditasi, mentor saya menganjurkan untuk
menuliskan seluruh hal yang tidak menyenangkan dan mengosongkan jiwa dari
segala kebencian.
Ketiga, Rumi menjelaskan, tujuan utama doa adalah berdialog
dengan Tuhan. Pendapat ini mewakili banyak tokoh tasawuf, sebagaimana juga Imam
Ghazali menyebutkan, doa merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah.
Sayangnya, saat berdoa seringkali kita menyebutkan seluruh hajat, dari
permintaan umum sampai yang paling detail.
Tetapi, kita
melupakan Tuhan sang pengabul hajat itu sendiri. Kita meminta kesuksesan, mengharap
umur panjang, rejeki berlimpah, dan kehidupan bahagia. Tapi kita lupa, memohon
kedekatan dan keridhaan Allah. Rumi memberikan perumpaan seperti orang yang
mengejar laba, tetapi modal utamanya sendiri sebenarnya telah hilang.
Mereka minta
apapun dari Tuhan, tapi melupakan Tuhan sendiri
Mereka sangka telah peroleh semuanya, padahal sangat merugi
(Matsnawi, jilid 5, bait 773)
Mereka sangka telah peroleh semuanya, padahal sangat merugi
(Matsnawi, jilid 5, bait 773)
Keempat,
Rumi mengajarkan kepada kita untuk berdoa penuh harapan dan cinta. Jauh dari
segala keputusasaan. Dalam banyak lantunan puisinya, terutama di buku Matsnawi,
Rumi memberikan contoh bermunajat dengan menggunakan diksi indah dan penuh
optimisme.
Engkaulah
yang mengubah dan memberi ruh pada semesta
Sedang aku hanyalah hamba yang sering khilaf dan alpa
Sedang aku hanyalah hamba yang sering khilaf dan alpa
Ubahlah
kemarahan yang menguasai diri
Menjadi kesabaran yang tak terperi
Menjadi kesabaran yang tak terperi
Wahai yang
mengubah tanah mati menjadi roti
Wahai yang mengubah roti menjadi energi
Wahai yang mengubah roti menjadi energi
Duhai yang
menjadikan manusia penuh khilaf sebagai pemimpin
Duhai yang menobatkan manusia terasing sebagai Nabi
Duhai yang menobatkan manusia terasing sebagai Nabi
Duhai yang
mengangkat manusia berkalang tanah
Jauh menembus tangga langit tak berbatas
(Masnawi, jilid 5, bait 781-785)
Jauh menembus tangga langit tak berbatas
(Masnawi, jilid 5, bait 781-785)
Tuhan…
Engkau dengan segala kesabaran-Mu, telah Kau tutupi aibku yang paling buruk
Jika tidak, dengan segala ilmu-Mu, Engkau mengatahui seluruh keburukanku
Engkau dengan segala kesabaran-Mu, telah Kau tutupi aibku yang paling buruk
Jika tidak, dengan segala ilmu-Mu, Engkau mengatahui seluruh keburukanku
Duhai sang
Pemaaf tanpa syarat
Di luar segala daya dan upayaku
Di luar segala daya dan upayaku
Di luar
segala keyakinan dan ingkarku
Segala keterbatasan dan ketergantunganku
Segala
khayalanku dan ratusan orang sepertiku
Segala pengabaian akan perintah-Mu
Segala pengabaian akan perintah-Mu
Aku hanya
berharap pada kasih sayang-Mu yang tulus
Aku bergantung pada ampunan-Mu yang tak berujung
Aku bergantung pada ampunan-Mu yang tak berujung
Duhai Tuhan…
Aku mengharap pada ketulusan kasih-Mu
Bukan pada amal yang kuperbuat
(Masnawi, jilid 5, bait 1836-1841)
Aku mengharap pada ketulusan kasih-Mu
Bukan pada amal yang kuperbuat
(Masnawi, jilid 5, bait 1836-1841)
Rumi dalam
dua potongan puisi di atas, tidak hanya mendemostrasikan keindahan bahasa,
tetapi juga menunjukkan kedalaman makna. Totalitas dan kepasrahan di hadapan
Tuhan menjadi kunci dalam berdoa, sehingga kehadiran Tuhan benar-benar terasa
lebih dekat.
Doa seperti inilah yang akan menyegarkan jiwa, bukan doa yang
hanya berupa permintaan-permintaan duniawi semata.
Dikutip dari
alif.id
0 komentar:
Posting Komentar