Bagi
kalangan Pesantren, nama Syekh Wahbah al-Zuhaili tidak begitu asing. Beliau
adalah salah satu ulama besar Islam abad 20 yang karya-karyanya biasa dijadikan
rujukan dalam forum Bahtsul Masa’il. Beliau adalah seorang alim allamah, yang
menguasai berbagai disiplin ilmu. Beliau juga dikenal sebagai ulama yang ahli
dalam bidang fikih dan juga tafsir. Sekaligus seorang ulama fikih kontemporer,
yang pemikiran-pemikiran fikihnya dikenal luas di dunia Islam.
Nama
lengkap beliau adalah Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili, putra dari Musthafa
al-Zuhaili. Beliau dilahirkan di desa Dir ‘athiah, Utara Damaskus, Suriah pada
tahun 1932 M. Beliau lahir dari seorang ayah, yang berprofesi sebagai seorang
pedagang sekaligus petani. Sedangkan ibunya yang bernama Fatimah binti Mustafa
Sa’adah, adalah seorang wanita yang memiliki sifat warak, dan teguh dalam
menjalankan syari’at agama.
Sejak
kecil, Syekh Wahbah sudah mengenal dasar-dasar Islam yaitu dengan belajar
Al-Qur’an dan sekolah Ibtida’iyyah di kampung halamannya. Pada tahun 1946 M,
beliau melanjutkan pendidikannya di Fakultas Syar’iyyah di Universitas Damaskus,
dan mampu menyelesaikan studinya pada tahun 1952 M. setelah itu, beliau
melanjutkan rihlah intelektualnya ke Kairo.
Di
Kairo, beliau mengikuti kuliah di beberapa fakultas secara bersamaan, yaitu
Fakultas Syari’ah, Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar dan Fakultas Hukum
Universitas ‘Ain Syams, Kairo. Ia berhasil menyandang gelar sarjana di tiga
fakultas tersebut, yaitu 2 Fakultas di Universitas Al-Azhar pada tahun 1956 M,
dan Fakultas Hukum Universitas ‘Ain Syams pada 1957 M.
Pada
tahun 1959 M., beliau memperoleh gelar Magister Syariah dari Fakultas Hukum
Universitas Kairo, dan gelar Doctor 1963 M. Gelar Doctor di bidang hukum
(Syariat Islam), beliau peroleh dengan predikat summa cumlaude, dengan disertasi berjudul “Atsar al-Harbi fi al-Fiqh al-Islami,
Dirasah Muqoronah baina al-Madzhahib as-Samaniyah wa al-Qonun ad-Dauliyah
(pengaruh-pengaruh perang dalam fikih Islam, perbandingan antara 8 madzhab dan
undang-undang Internasional).
Selain
itu, Syekh Wahbah juga pernah belajar kepada para ulama dalam berbagai bidang.
Di antara guru-guru beliau adalah Muhammad Hashim al-Khatib as-Syafi’i, Syekh
Muhammad al-Rankusi, Syekh Hasan al-Shati, Syekh Muhammad Lutfi al-Fayumi,
Syekh Ahmad al-Samaq, Syekh Hamdi Jawaijati, Syekh Hasan Jankah, Syekh Mahmud
Syaltut dan lain sebagainya.
Syekh
Wahbah merupakan sosok ulama fikih kontemporer, yang menekankan metode
perbandingan antara pendapat-pendapat empat madzhab fikih, dengan disertai
sumber-sumber hukum baik naqli
maupun aqli.
Dalam
pandangan Syekh Wahbah, kesimpulan hukum Islam yang hanya diambil dari
Al-Qur’an saja, ibarat melepaskan Islam dari akar-akarnya. Memahami fikih hanya
dengan memahami sunnah saja, maka akan mereduksi agama Islam dan melakukan
kesalahan. Pemikirannya akan pincang dan tidak dapat relevan dengan zaman,
sehingga tidak akan memberikan kemaslahatan kepada manusia.
Yang
unik dari sosok Syekh Wahbah adalah beliau tidak hanya ahli dalam memaparkan
pendapat empat madzhab fikih saja, tetapi juga menjelaskan beberapa pendapat di
luar madzhab empat, dengan merujuk langsung pada kitab-kitab utama madzhab
tersebut. Syekh Wahbah merupakan sosok ulama yang lebih fokus pada sisi
praktikal, sehingga dalam menulis karya-karyanya tidak pernah menyinggung
hal-hal yang bersifat khayalan yang tidak mungkin terjadi.
Salah
satu karya ulama Islam kontemporer yang pernah berkunjung ke Indonesia, menjadi
rujukan kajian fikih kontemporer dan komparatif adalah kitab al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu
yang berjumlah 9 jilid, dan al-Tafsīr
al-Munīr fī al-Aqīdah wa al-Syarī’at wa al-Manhaj berjumlah 16
jilid yang ditulis selama 16 tahun.
Dari
dua karya master piecenya tersebut semakin meneguhkan beliau sebagai
pakar Fiqh dan Tafsir. Mengenai kiat-kiat menulisnya yang sangat produktif itu,
ia mengatakan bahwa setiap hari menulis di ruang khusus di kediamannya di
Damaskus selama 16 jam. Beliau hanya berhenti untuk makan dan shalat saja. Dan
hebatnya lagi, beliau tidak menulis langsung ke komputer, melainkan dengan
pena, baru kemudian konsep itu diserahkan kepada sekretarisnya untuk
dipindahkan ke dalam komputer
Selain
dikenal sebagai seorang ulama fikih kontemporer, beliau juga seorang ulama yang
ahli dalam bidang tafsir. Hal ini dibuktikan dengan karya beliau dalam bidang
tafsir, yaitu Tafsir
al-Wajiz, Tafsir al-Wasith dan Tafsir
al-Munir. Tafsir
al-Munir merupakan karya terbesar beliau dalam bidang tafsir,
tebalnya 16 jilid.
Syekh
Wahbah merupakan sosok ulama yang aktif menulis dan berkarya, baik dalam bentuk
artikel, makalah ilmiah maupun kitab. Di antara karya beliau, yang menjadi
warisan intelektual dalam dunia Islam adalah al-Fiqhu
al-Islami wa Adillatuhu, al-Wasith fi Ushul al-Fiqh, al-Fiqh Islami fi Uslub
al-Jadid, Ushul al-Fiqh Islami, Juhud Taqnin al-Fiqh al-Islami, at-Taqlid fi
al-Madzhahib Islamiyah inda as-Sunnah wa as-Syi’ah, al-Urf wa al-Adat, Tajdid
al-Fiqh al-Islami, Ushul al-Fiqh Hanafi, Mausu’ah al-Fiqh al-Islami wa
al-Qodhoya al-Mu’ashiroh dan lain sebagainya.
Di
samping beliau membaca kitab-kitab ulama klasik, beliau juga mengikuti
perkembangan ulama kontemporer, seperti Yusuf al-Qaradhawi yang dipuji dan
dikritiknya. Menurutnya Yusuf al-Qaradhawi adalah ulama yang sangat piawai
dalam berceramah, namun al-Qaradhawi telah mengeluarkan fatwa yang
bertabrakan dengan al-Qur’an. Yaitu membolehkan suami istri yang berbeda agama
tinggal bersama dalam satu rumah. Menurut Wahbah hal ini bertentangan dengan
surah al-Mumtahanah ayat 10 yang menyatakan bahwa wanita muslimah tidak halal
bagi lelaki kafir dan lelaki kafir tidak halal bagi wanita muslimah.
Mengenai
madzhab fiqhnya, Wahbah yang oleh sebagian orang menyebutnya sebagai Imam
Nawawi Masa kini ini menganut madzhab Hanafi. Ia dibesarkan di kalangan
ulama-ulama madzhab hanafi, yang membentuk pemikirannya dalam bermadzhab fiqh.
Mekipun bermadzhab hanafi, ia tidak fanatik dengan madzhabnya dan dapat
menghargai pendapat-pendapat madzhab lain. Hal ini dapat dilihat dalam
penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum fiqh.
Misalnya ia mengutip dari Aḥkām al-Qur’ān karya al-Jashshās untuk pendapat
madzhab Hanafi, dan Ahkām al-Qur’ān karya al-Qurṭūbī untuk pendapat Madzhab Maliki.
Beliau
meninggal di usia 83 tahun, yaitu pada tanggal 8 Agustus 2015 M., dengan
mewariskan banyak ilmu kepada kita semua, melalui karya-karyanya.
Sumber
bincangsyariah.com dan islami.co
Berikut
kami lampirkan link pdf versi luring (offline) di bawah ini
0 komentar:
Posting Komentar