Pages

Rabu, 07 Agustus 2019

Syaikh Wahbah Zuhaili: Ulama Fikih Kontemporer Yang Melegenda

Sumber gambar: nu.or.id
Bagi kalangan Pesantren, nama Syekh Wahbah al-Zuhaili tidak begitu asing. Beliau adalah salah satu ulama besar Islam abad 20 yang karya-karyanya biasa dijadikan rujukan dalam forum Bahtsul Masa’il. Beliau adalah seorang alim allamah, yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Beliau juga dikenal sebagai ulama yang ahli dalam bidang fikih dan juga tafsir. Sekaligus seorang ulama fikih kontemporer, yang pemikiran-pemikiran fikihnya dikenal luas di dunia Islam.

Nama lengkap beliau adalah Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili, putra dari Musthafa al-Zuhaili. Beliau dilahirkan di desa Dir ‘athiah, Utara Damaskus, Suriah pada tahun 1932 M. Beliau lahir dari seorang ayah, yang berprofesi sebagai seorang pedagang sekaligus petani. Sedangkan ibunya yang bernama Fatimah binti Mustafa Sa’adah, adalah seorang wanita yang memiliki sifat warak, dan teguh dalam menjalankan syari’at agama.

Sejak kecil, Syekh Wahbah sudah mengenal dasar-dasar Islam yaitu dengan belajar Al-Qur’an dan sekolah Ibtida’iyyah di kampung halamannya. Pada tahun 1946 M, beliau melanjutkan pendidikannya di Fakultas Syar’iyyah di Universitas Damaskus, dan mampu menyelesaikan studinya pada tahun 1952 M. setelah itu, beliau melanjutkan rihlah intelektualnya ke Kairo.

Di Kairo, beliau mengikuti kuliah di beberapa fakultas secara bersamaan, yaitu Fakultas Syari’ah, Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar dan Fakultas Hukum Universitas ‘Ain Syams, Kairo. Ia berhasil menyandang gelar sarjana di tiga fakultas tersebut, yaitu 2 Fakultas di Universitas Al-Azhar pada tahun 1956 M, dan Fakultas Hukum Universitas ‘Ain Syams pada 1957 M.

Pada tahun 1959 M., beliau memperoleh gelar Magister Syariah dari Fakultas Hukum Universitas Kairo, dan gelar Doctor 1963 M. Gelar Doctor di bidang hukum (Syariat Islam), beliau peroleh dengan predikat summa cumlaude, dengan disertasi berjudul “Atsar al-Harbi fi al-Fiqh al-Islami, Dirasah Muqoronah baina al-Madzhahib as-Samaniyah wa al-Qonun ad-Dauliyah (pengaruh-pengaruh perang dalam fikih Islam, perbandingan antara 8 madzhab dan undang-undang Internasional).

Selain itu, Syekh Wahbah juga pernah belajar kepada para ulama dalam berbagai bidang. Di antara guru-guru beliau adalah Muhammad Hashim al-Khatib as-Syafi’i, Syekh Muhammad al-Rankusi, Syekh Hasan al-Shati, Syekh Muhammad Lutfi al-Fayumi, Syekh Ahmad al-Samaq, Syekh Hamdi Jawaijati, Syekh Hasan Jankah, Syekh Mahmud Syaltut dan lain sebagainya.

Syekh Wahbah merupakan sosok ulama fikih kontemporer, yang menekankan  metode perbandingan antara pendapat-pendapat empat madzhab fikih, dengan disertai sumber-sumber hukum baik naqli maupun aqli.

Dalam pandangan Syekh Wahbah, kesimpulan hukum Islam yang hanya diambil dari Al-Qur’an saja, ibarat melepaskan Islam dari akar-akarnya. Memahami fikih hanya dengan memahami sunnah saja, maka akan mereduksi agama Islam dan melakukan kesalahan. Pemikirannya akan pincang dan tidak dapat relevan dengan zaman, sehingga tidak akan memberikan kemaslahatan kepada manusia.

Yang unik dari sosok Syekh Wahbah adalah beliau tidak hanya ahli dalam memaparkan pendapat empat madzhab fikih saja, tetapi juga menjelaskan beberapa pendapat di luar madzhab empat, dengan merujuk langsung pada kitab-kitab utama madzhab tersebut. Syekh Wahbah merupakan sosok ulama yang lebih fokus pada sisi praktikal, sehingga dalam menulis karya-karyanya tidak pernah menyinggung hal-hal yang bersifat khayalan yang tidak mungkin terjadi.

Salah satu karya ulama Islam kontemporer yang pernah berkunjung ke Indonesia, menjadi rujukan kajian fikih kontemporer dan komparatif adalah kitab al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu yang berjumlah 9 jilid, dan al-Tafsīr al-Munīr fī al-Aqīdah wa al-Syarī’at wa al-Manhaj berjumlah 16 jilid yang ditulis selama 16 tahun.

Dari dua karya master piecenya tersebut semakin meneguhkan beliau sebagai pakar Fiqh dan Tafsir. Mengenai kiat-kiat menulisnya yang sangat produktif itu, ia mengatakan bahwa setiap hari menulis di ruang khusus di kediamannya di Damaskus selama 16 jam. Beliau hanya berhenti untuk makan dan shalat saja. Dan hebatnya lagi, beliau tidak menulis langsung ke komputer, melainkan dengan pena, baru kemudian konsep itu diserahkan kepada sekretarisnya untuk dipindahkan ke dalam komputer

Selain dikenal sebagai seorang ulama fikih kontemporer, beliau juga seorang ulama yang ahli dalam bidang tafsir. Hal ini dibuktikan dengan karya beliau dalam bidang tafsir, yaitu Tafsir al-Wajiz, Tafsir al-Wasith dan Tafsir al-Munir. Tafsir al-Munir merupakan karya terbesar beliau dalam bidang tafsir, tebalnya 16 jilid.

Syekh Wahbah merupakan sosok ulama yang aktif menulis dan berkarya, baik dalam bentuk artikel, makalah ilmiah maupun kitab. Di antara karya beliau, yang menjadi warisan intelektual dalam dunia Islam adalah al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, al-Wasith fi Ushul al-Fiqh, al-Fiqh Islami fi Uslub al-Jadid, Ushul al-Fiqh Islami, Juhud Taqnin al-Fiqh al-Islami, at-Taqlid fi al-Madzhahib Islamiyah inda as-Sunnah wa as-Syi’ah, al-Urf wa al-Adat, Tajdid al-Fiqh al-Islami, Ushul al-Fiqh Hanafi, Mausu’ah al-Fiqh al-Islami wa al-Qodhoya al-Mu’ashiroh dan lain sebagainya.

Di samping beliau membaca kitab-kitab ulama klasik, beliau juga mengikuti perkembangan ulama kontemporer, seperti Yusuf al-Qaradhawi yang dipuji dan dikritiknya. Menurutnya Yusuf al-Qaradhawi adalah ulama yang sangat piawai dalam berceramah, namun al-Qaradhawi telah mengeluarkan fatwa  yang bertabrakan dengan al-Qur’an. Yaitu membolehkan suami istri yang berbeda agama tinggal bersama dalam satu rumah. Menurut Wahbah hal ini bertentangan dengan surah al-Mumtahanah ayat 10 yang menyatakan bahwa wanita muslimah tidak halal bagi lelaki kafir  dan lelaki kafir tidak halal bagi wanita muslimah.

Mengenai madzhab fiqhnya, Wahbah yang oleh sebagian orang menyebutnya sebagai Imam Nawawi Masa kini ini menganut madzhab Hanafi. Ia dibesarkan di kalangan ulama-ulama madzhab hanafi, yang membentuk pemikirannya dalam bermadzhab fiqh. Mekipun bermadzhab hanafi, ia tidak fanatik dengan madzhabnya dan dapat menghargai pendapat-pendapat madzhab lain. Hal ini dapat dilihat dalam penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum fiqh. Misalnya ia mengutip dari Aḥkām al-Qur’ān karya al-Jashshās untuk pendapat madzhab Hanafi, dan Ahkām al-Qur’ān karya al-Qurṭūbī untuk pendapat Madzhab Maliki.

Beliau meninggal di usia 83 tahun, yaitu pada tanggal 8 Agustus 2015 M., dengan mewariskan banyak ilmu kepada kita semua, melalui karya-karyanya.

Sumber bincangsyariah.com dan islami.co

Berikut kami lampirkan link pdf versi luring (offline) di bawah ini

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer