Pages

Sabtu, 10 Agustus 2019

Ensiklopedia Kerajan Islam di Indonesia

Sumber gambar: toriolo.com


Proses Masuknya Agama Islam

Keberhasilan proses Islamisasi di Indonesia sebagai agama pendatang memaksa Islam untuk mendapatkan simbol-simbol kultural yang selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat yang akan dimasukinya. Langkah ini merupakan salah satu sifat dari agama Islam yang plural yang dimiliki semenjak awal kelahirannya.

Kedatangan agama Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial-budaya yang berbeda. Sementara itu, sumber-sumber pendukung masuknya Islam di Indonesia di antaranya adalah:

1.   Berita dari Arab

Berita ini bersumber dari para pedagang Arab yang melakukan aktivitas perdagangan orang-orang Melayu. Pedagang Arab diyakini telah datang ke Nusantara sejak masa Kerajaan Sriwijaya yang kurang lebih pada abad ke-7 M. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah Nusantara bagian barat, termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara dalam upayanya memperluas kekuasaannya ke Semenanjung Malaka sampai Kedah dapat dihubungkan dengan bukti-bukti prasasti 775, berita-berita Cina dan Arab abad ke-8 sampai ke-10 M. Hal ini erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional.

Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib AlAttas dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia, seperti halnya Hamka dan Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka dengan keras menuduh bahwa teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari India adalah sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak murni.

2. Berita dari Eropa

Berita dari Eropa ini berasal dari Marcopolo tahun 1292 M. Marcopolo adalah orang Eropa yang pertama kali menginjakan kakinya di Indonesia (Nusantara waktu itu), ketika ia kembali dari Cina menuju Eropa melalui jalur laut. Pada saat itu, Marcopolo mendapat tugas dari Kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembahkan kepada Kaisar Romawi. Dalam perjalanannya itu, Marcopolo singgah di Sumatra bagian utara. Di daerah ini, ia menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai. Di antara sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim, dan Bernard H.M. Vlekke.

3. Berita dari India

Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena di samping mereka datang untuk berdagang, mereka juga aktif mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisir pantai. Teori ini lahir selepas tahun 1883 M, dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, di antaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.

4. Berita dari Cina

Berita dari Cina ini bersumber dari catatan dari Ma Huan. Ia adalah seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ma Huan dalam tulisannya menyatakan bahwa sejak kira-kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal di pantai utara Pulai Jawa. Begitu juga dengan T.W. Arnol yang menyatakan para pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, saat itu mereka mendominasi perdagangan barat-timur sejak abad-abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina yang lain disebutkan bahwa pada abad ke-7 M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah permukiman Arab-Muslim di pesisir pantai Sumatra yang disebut dengan Ta’shih.

5. Sumber dalam Negeri

Terdapat sumber-sumber berasal dari dalam negeri yang menerangkan tentang berkembangnya pengaruh Islam di Nusantara. Keterangan tersebut berdasarkan pada penemuan sebuah batu bersurat di Leran, kabupaten Gresik. Batu bersurat tersebut dituliskan dengan menggunakan huruf dan bahasa Arab. Walaupun sebagian tulisannya telah rusak, tetapi dari batu tersebut dapat menceritakan tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah binti Maimun, yang berangka tahun 1028. Sumber lain yaitu makam Sultan Malik Al-Saleh di Sumatra Utara yang meninggal pada bulan Ramadan tahun 676 H atau tahun 1297 M. sementara itu, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M juga menjadi bukti bahwa masuknya Islam telah terjadi di masa itu.

Kedatangan Islam ke wilayah Nusantara dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:

1. Saluran Perdagangan

Dari berbagai jalan Islamisasi di Nusantara pada taraf permulaannya, banyak yang sepakat bahwa Islam datang dan berkembang melalui perdagangan. Hal ini sesuai dengan kondisi akan adanya kesibukan lalu lintas perdagangan abad ke-7 sampai abad ke-16, yang saat itu terjadi perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur benua Asia. Di lokasi-lokasi tersebut, pedagang-pedagang Muslim baik dari Arab, Persia, maupun India turut serta mengambil bagiannya di Nusantara.

Proses Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan jalinan di antara masyarakat Melayu dan pedagang Muslim terjalin dengan tidak adanya suatu paksaan. Proses Islamisasi melalui saluran perdagangan tersebut dipercepat lagi dengan situasi dan kondisi politik dari beberapa kerajaan yang adipatiadipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan.

Secara umum, proses Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: Mula-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian di antaranya ada yang tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan-perkampungan. Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut dengan pekojan.

2. Saluran Pernikahan

Pernikahan adalah salah satu dari jalan proses terjadinya Islamisasi yang paling mudah. Hal itu dikarenakan dalam ikatan pernikahan akan terjadi ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian di antara dua individu yang berbeda jenis. Kedua individu, (suami dan istri) akan membentuk sebuah keluarga yang posisinya adalah bagian dari inti masyarakat. Dalam hal ini berarti pernikahan pedagang/ saudagar Muslim dan wanita pribumi akan membentuk masyarakat Muslim. Melalui pernikahan inilah akan terlahir seorang Muslim. Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar dari pedagang Muslim, dengan tujuan meningkatkan nilai harkat dan marabat keluarga dalam masyarakat.

Sebelum wanita pribumi menikah dengan para pedagang Muslim, mereka harus diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai kerturunan, maka anak mereka pun akan menjadi Muslim seperti ayahnya hingga akhirnya akan membentuk generasi-generasi Muslim selanjutnya dan lingkungan mereka semakin luas. Dengan semakin banyaknya keluarga Muslim yang tercipta, maka akhirnya timbul kampung-kampung dengan mayoritas berpenduduk Muslim, yang meluas menjadi daerah-daerah dan kerajaankerajaan Muslim.

3. Saluran Tasawuf

Tasawuf merupakan salah satu jalan yang penting dalam proses Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia.  Perkembangan Tasawuf dapat dilihat dari peninggalan bukti-bukti yang jelas pada tulisan-tulisan antara abad ke-13 dan ke-18. Hal itu berkaitan langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia. Dalam praktiknya, para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli tasawuf biasanya diyakini memiliki keahlian untuk menyembuhkan penyakit dan lain-lain.

Jalur tasawuf merupakan proses Islamisasi dengan mengajarkan teosoi dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya, bahkan ajaran agama yang ada ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dimodiikasi dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Bahkan ajaran tasawuf dikaitkan dengan ajaran mistik. Walaupun demikian, ajaran tasawuf seperti ini masih berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 ini.

4. Saluran Pendidikan

Para ulama, dan guru agama berperan besar dalam proses Islamisasi. Mereka menyebarkan agama Islam melalui jalur pendidikan, yaitu dengan mendirikan surau-surau atau pondok-pondok pesantren yang merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya, di pondok pesantren ini diajar oleh guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Di tempat tersebut, para santri belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab. Setelah keluar dari suatu pesantren tersebut, mereka akan kembali ke masing-masing kampung atau desanya untuk menjadi tokoh agama atau menjadi ulama yang mendirikan dan menyelenggarakan pesantren lagi. Semakin terkenal ulama yang mengajarkan tersebut, maka semakin terkenal pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi.

Di pesantren-pesantren ini, para santri diajarkan berbagai materi kajian yang menggunakan referensi kitab kuning. Kitab kuning adalah sebutan untuk buku atau kitab tentang ajaran-ajaran Islam atau tata bahasa Arab yang dipelajari di pondok pesantren yang ditulis atau dikarang oleh para ulama pada abad pertengahan dalam hurup Arab. Disebut kitab kuning karena biasanya dicetak dengan kertas berwarna kuning yang dibawa dari Timur Tengah

5. Saluran Kesenian

Proses Islamisasi juga dilakukan melalui seni, seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Pada seni bangunan, tampak arsitektur Islami, misalnya pada Masjid Kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman di Aceh, masjid di Ternate, dan masjid lainnya di Nusantara. Contoh lain dalam proses Islamisasi melalui seni adalah lewat pertunjukan wayang yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang masyarakat untuk datang melihat pertunjukan tersebut. Selanjutnya, pertunjukan seni tersebut disisipi dakwah keagamaan Islam saat masyarakat telah berkumpul.

6. Saluran Politik

Pengaruh kekuasan raja kepada rakyat sangat besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka dengan otomatis rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Pada saat itu rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi kepada rajanya. Raja dianggap sebagai panutan, bahkan menjadi teladan bagi rakyatnya. Seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Dengan bukti dan teori ini, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh politik raja benar-benar sangat membantu tersebarnya Islam di daerah tersebut.

Pengaruh kedatangan agama Islam ke Nusantara mendatangkan kecerdasan dan kebudayaan bangsa. Agama Islam pada gilirannya mengangkat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berbudaya, baik secara lahiriah maupun batiniah. Kebudayaan lahiriah tampak pada benda-benda budaya Islam seperti bangunan masjid-masjid dan surat yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Mimbar-mimbar masjid serta ukiran-ukiran berupa hiasan pada mimbar, kaligrai yang sangat disenangi kaum Muslimin, serta busana yang dikenal sebagai busana muslim juga merupakan kebudayaan lahiriah yang lahir karena pengaruh agama Islam.

Sementara itu, kebudayaan batiniah yang muncul sebagai akibat masuknya agama Islam antara lain berupa adat istiadat dan budi pekerti yang terformat dari ajaran Islam yang membentuk kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian bangsa, Pancasilam dan butir-butir yang terdapat di dalamnya sebetulnya adalah manifestasi dari ajaran Islam. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa seorang Muslim adalah juga seorang Pancasilais sejati. Akidah Islam yang tertanam dalam dada seorang Muslim menimbulkan semangat patriotisme untuk membela bangsa dari cengkeraman penjajah. Sejarah dapat membuktikan semangat yang terpencar dari akidah Islam ini. Perang Aceh, Perang Banjar, Perang Diponegoro, Perang Padri, begitu pula patriotosme Fatahillah serta pasukan Demak untuk menghalau Portugis tahun 1527 adalah gambaran dari patriotisme bangsa untuk mengusir penjajah. Perang Aceh (1873–1905) dan Perang Banjar (1859-1905) yang dapat bertahan sangat lama dan menghabiskan tenaga dan pikiran bangsa Belanda itu karena masyarakat pribumi termotivasi oleh akidah Islam. Sehubungan dengan inilah Dr. Setia Budi (E.F.E. Douwes Dekker 1879-1952) pernah mengatakan dalam salah satu ceramahnya di Yogyakarta menjelang akhir hayatnya, yang antara lain mengatakan:
“Jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti yang diperlihatkan oleh sejarah bangsa Indonesia hingga mencapai kemerdekaan.”
Jalinan pelayaran antara negeri-negeri Islam di Timur Tengah dengan orang-orang di Nusantara sudah berkembang sejak masa kebesaran khalifah abad ke- 9. Pada waktu itu, tidak ada kapal-kapal lain yang melayari rute tersebut kecuali bangsabangsa dari Islam. Sehubungan dengan ini, Al-Mas’udi, seorang pengarang, ahli sejarah, pelaut, dan pengeliling benua yang wafat pada 246 H atau 957 M, mengatakan dalam bukunya Murujul Zhahab atau Padang Luas Bertaburan Emas:
“Sangat luas kerajaan maharaja Jawa itu, bala tentaranya tidak terhitung banyaknya. Dua tahun habis waktu jika hendak menjalani kerajaannya. Sangat cukup pula berbagai hasil tumbuh-tumbuhan dan kayu-kayuan yang wangi dan minyak wangi. Kapur barus, cengkih, dan cendana datang dari negeri itu dan lain-lain lagi. Di sebelah sana terbentang jalan luas lautan besar jalan ke negeri Cina.”
Mas’udi adalah seorang Arab keturunan Abdullah bin Mas’ud, salah seorang sahabat Nabi saw. Pada tahun 309 H setelah dia mengelilingi Parsi dan Kirman, dia mengelilingi India dan Srilanka, dan dari sana mengarungi samudra berlayar ke Cina. Dia beberapa kali mengadakan pelayaran antara Cina dan Madagaskar.

Namun demikian, Mas’ud bukan satu-satunya orang Arab yang melayari rute ini, tetapi yang jelas bahwa abad ke-3 H, Mas’udi telah singgah di Nusantara. Pada abad ke-2 H atau abad ke-9 M, telah terjalin hubungan antara Arab dengan dataran Cina. Adalah hal yang sangat mungkin bahwa hubungan dengan Nusantara pun telah ada pada abad ke-2 H di pesisir Cina yang gudangnya terletak di Canton.

Pada tahun 758 M, terjadi keributan di Canton dan menyebabkan gudang perdagangan itu dirampok orang. Pada abad itu telah terbentuk jemaah masjid di Canton. Jika pada abad ke-2 H telah terbentuk jemaah dan masyarakat Muslim, hal itu berarti bahwa agama Islam telah masuk ke Cina sebelum abad itu, karena terjadinya sebuah masyarakat Muslim memakan waktu yang cukup lama. Dengan demikian, dapatlah dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Cina pada abad ke-2 H.

Pelayaran antara Arab-Cina cukup jauh dengan kapal layar, oleh sebab itu Nusantara adalah satu-satunya tempat persinggahan selama menunggu datangnya angin baik untuk dapat melanjutkan pelayaran ke negeri Cina. Kalau Islam masuk ke negeri Cina pada aabd ke-2 H, hal itu sangat mungkin sekali Islam masuk ke Nusantara ini pada abad pertama Hijriah atau abad 7-8 M.

Menurut pendapat Ir. Moens dalam bukunya “De Noord Sumatraanse Rijken der Parfums en Specerjen in voor Moslimse Tijd”, yang dikutip oleh MD. Mansur, mengatakan bahwa kerajaan Samudra Pasai telah berdiri sejak lama dan pada abad ke-5 M telah menjadi pusat perdagangan yang resmi antara India dan Cina. Sementara itu, Sir homas Arnold dalam bukunya “Preaching of Islam” mengatakan bahwa di pantai barat pulau Sumatra telah terdapat satu kelompok perkampungan orang Arab, yaitu pada zaman pemerintahan Yazid dari Dinasti Umayyah tahun 684 M.

Dari dua pendapat ini dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa Islam telah masuk sekitar abad 7-8 M. Hubungan antara pedagang India dan Arab sudah lama terjalin dan tidaklah mustahil bahwa pedagang India itu juga termasuk di antaranya pedagang Arab yang telah bermukim di India. Umumnya, setiap pedagang Arab juga berfungsi sebagai mubalig, yang di mana mereka itu menetap, maka di situ pula Islam berkembang.

Masuknya agama Islam ke Nusantara tidaklah bersamaan dengan berdirinya kerajaan Islam di Nusantara ini. Tidak pernah terjadi dalam sejarah kedatangan agama Islam langsung mendirikan kerajaan Islam. Antara datangnya agama Islam dengan berdirinya sebuah kerajaan Islam melintasi waktu yang cukup lama. Sementara itu, sebelum agama Islam masuk, telah berdiri kerajaan yang mendapat pengaruh agama Hindu dan Buddha. Karena itulah tentunya agama baru yang masuk melalui proses yang lama baru dapat diterima oleh masyarakat sebagai agama.

Sumber: Kata Pengantar Buku Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia

Pembaca dapat mengakses Buku Kata Pengantar Buku Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia pada link pdf di bawah ini

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer