Jka selama ini kita mengenal tujuh qira’ah atau cara membaca
Alquran yang dianggap otoritatif (dikenal sebagai qira’ah sab’ah), maka
kita juga mengenal nagham, yaitu lagu yang dipakai dalam membaca Alquran. Jika
qira’ah jumlahnya terbatas, maka nagham jumlahnya tidak terbatas. Sepanjang
sejarah Alquran, kita mengenal ratusan, atau malahan ribuan nagham Alquran.
Sayangnya, sejarah nagham Alquran ini masih jarang ditulis.
Setiap
suku bangsa bisa menyumbang nagham dan langgam membaca Alquran yang berbeda-beda,
menambahkan kekayaan tradisi tilawah yang sudah ada selama ini.
Apakah
langgam/nagham baca Alquran yang beragam seperti ini tidak bid’ah, karena tak
ada di zaman Nabi? Tentu saja bid’ah, tetapi ini adalah bid’ah yang mubahah
(diperbolehkan), kalau bukan malah bid’ah hasanah (inovasi yang baik).
Kalau urusan bid’ah, langgam tilawah yang ada di Masjidil Haram atau Nabawi
saat ini pun bid’ah, karena langgam seperti itu tak ada di zaman Nabi.
“Kaidah
pokok dalam tilawah Alquran adalah satu saja: yaitu tajwid, membaca Alquran
sesuai dengan makharij al-huruf dan kaidah-kaidah tajwid yang ada.”
Apa itu Nagham?
Menurut
Kamus Arab-Indonesia yang ditulis oleh Mahmud Yunus, nagham secara etimologi
bisa disamakan dengan kata ghina.
Sedangkan secara terminologi dalam buku Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para
Sahabat karya tulisan dari Abdussalam Muqbil Al-Majidi, nagham adalah mengenakkan
suara, menyanyikan bacaan, menghiasi dan melembutkannya sesuai kaidah-kaidah
yang telah diketahui. Bisa disimpulkan, bahwa nagham adalah memperindah bacaan
Al Quran dengan memperhatikan kaidah-kaidah khusus.
Di sisi lain, Ibnu Mazur dinukilkan
oleh Dr. Basyar Awad Ma’ruf, al-Bayan fi Hukm at-Taghanni bi Alquran, ada dua
teori tentang asal mula munculnya nagham
Al Quran. Yang pertama, nagham
Al Quran berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Dan yang
kedua, terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan
perang.
Kedua
teori di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nagham
pada mulanya berasal dari khazanah tradisional Arab. Lalu, metode
ini diturunkan secara turun menurun hingga hari ini agar melengkapi bacaan Al
Quran. Menurut pendapat Abdul Hamid Abdulloh, Ketua Lembaga Pengembangan
Tilawatil Qur’an (LPTQ) Jawa Timur, metode nagham
diturunkan dengan sima’i
(mendengar), talaqqi (menerima
dan mengambil pelajaran lewat bimbingan guru), dan musyafahah (dari mulut ke mulut).
Sementara
itu, hukum membaca Al Quran dengan nagham
diperbolehkan menurut kesepakatan para ulama, seperti pendapat Mehmet Paksu
seorang pakar Islam asal Turki dalam ulasannya di Reciting the Qoran with Taghanni, ”Para
Ulama sepakat bahwa membaca Al Quran dengan suara yang indah merupakan amalan
yang dianjurkan”.
Tak
hanya ia yang berpendapat demikian namun Imam Nawawi juga berpendapat seperti
itu, ia menuturkan bahwa semua ulama sepakat bahwa memperindah suara dalam
bacaan Al Quran diperbolehkan dengan batas-batas tertentu, jika batas-batas itu
dilanggar seperti, mengabaikan tajwid, menambahkan atau mengurangi satu huruf
maka bacaan dengan nagham bisa
jadi haram hukumnya.
Sedangkan,
kesepakatan para ulama ini diperkuat oleh Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim
yang berbunyi, “Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu sebagaimana Dia
mendengarkan Nabi-Nya membaguskan bacaan Al Quran dan mengeraskan suaranya.”
Ragam-Ragam Nagham Alquran
Seni
baca Alquran baru menampakkan geliatnya pada awal abad ke-20 yang berpusat di
Makkah dan Madinah, serta di Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas
Muslim yang sangat aktif mentransfer ilmu-ilmu agama (termasuk nagham) sejak
awal 19 M.
Hingga
hari ini, Makkah dan Mesir merupakan kiblat nagham dunia. Masing-masing kiblat
memiliki karakteristik tersendiri. Dalam tradisi Makkawi (Makkah).
Dikenal
lagu Banjakah, Hijaz, Maya, Rakby, Jiharkah, Sika, dan Dukkah.Sementara, dalam
tradisi Misri (Mesir) terdapat Bayyati, Hijaz, Shobah, Rashd, Jiharkah, Sika,
dan Nahawand.
1. Bayyati
Setiap
bentuk susunan lagu tilawah Alquran, terutama yang bersifat formal, selalu diawali
dan diakhiri dengan irama Bayyati. Lagu Bayyati penutup terdiri dari dua bentuk
dan dua tingkatan suara, yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.
2. Shobah (Maya)
Lagu
Shobah terdiri dari lima bentuk dengan tiga variasi, yaitu Ajami, Mahur, dan
Bastanjar. Sementara, untuk tingkatan suaranya ada dua, yakni Jawab dan Jawabul
Jawab.
3. Hijazi (Hijaz)
Lagu
ini terdiri dari tujuh bentuk dan empat variasi, yaitu Kard, Kard- Kurd,
Naqrisy, dan Kurd. Sementara, bentuk tingkatan suaranya ada tiga, yakni Jawab,
Jawabul Jawab, dan Qarar.
4. Nahawand (Iraqi)
Lagu
Nahawand terdiri dari lima bentuk dan dua selingan, yaitu Nuqrasy dan Murakkab.
Ciri-ciri variasi Nuqrasy adalah bernada rendah (turun) sedangkan variasi
Murakkab bernada tinggi (naik).Adapun tingkat suara Nahawand ada dua, yakni
Jawab dan Jawabul Jawab.
5. Sika
Lagu
Sika terdiri dari enam bentuk dan empat variasi, yaitu Misri, Turki, Raml, dan
Uraq. Sementara, tingkatan suaranya ada tiga, yakni Qarar, Jawab, dan Jawabul
Jawab.
6. Rast dan Rasta 'alan Nawa
Lagu
Rast dan Rasta 'alan Nawa selalu berhubungan satu sama lainnya. Jika bacaan
dimulai dengan lagu Rast maka mesti dilanjutkan (disambung) dengan Rasta 'alan
Nawa. Jenis lagu ini terdiri dari tujuh bentuk dan tiga variasi, yaitu Usyaq,
Zanjiran, dan Syabir 'ala ar- Ras. Sementara, tingkat suaranya ada dua, yakni
Jawab dan Jawabul Jawab.
7. Jiharkah
Lagu
Jiharkah terdiri dari empat bentuk dan satu variasi, yaitu Kurdi.Sementara,
tingkatan suaranya ada dua, yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.
8. Banjaka
Lagu
Banjaka/Rakbi dikhususkan untuk lagu-lagu dalam bacaan tartil Alquran dan
nyanyian Qasidah saja.Lagu jenis ini jarang sekali (dan bahkan hampir tidak
pernah sama sekali) dipakai dalam bacaan tilawah Alquran. Kemungkinan besar
karena lagu tersebut kurang begitu cocok diterapkan dalam tilawah
Kemudian,
irama ini banyak macamnya. Tergantung para qori’
terbiasa menggunakan nagham
yang seperti apa. Nagham
yang umumnya dipakai ada delapan jenis sebagaimana keterangan di atas yaitu Bayyati (Husaini), Sika, Shoba
(Maya), Rasta alan nawa, Hijazi (Hijaz), Jiharkah, Nahawarand (Iraqi), dan
Banjaka (Rakbi).
Setidaknya
para qori’ di
dunia kebanyakan menggunakan salah satu dari ke delapan nagham tersebut, senada
dengan pendapat Mochaman Ihsan Ufiq, pengamat seni Al Quran dalam artikelnya Nama-nama Lagu/Irama Seni Tilawatil
Qur’an, ”Hampir dari seluruh qori’
di dunia menggunakan satu dari delapan nagham tersebut saat membaca Al Quran.”
Adapun
perkara “nagham” atau lagu, tak ada batasan. Setiap negara, bahkan komunitas,
boleh membaca Alquran dengan nagham yang beda. Yang penting, nagham yang
dipakai tidak menabrak tajwid.
Meskipun
tak ada batasan bagi nagham, tetapi sebaiknya nagham yang kita pakai untuk
membaca Alquran haruslah nagham yang sesuai dengan kesakralan dan kemuliaan
Kitab Suci ini; haruslah nagham yang “reverent”, menghormati kedudukan Alquran.
Contoh nagham yang “irreverent“,
tidak menghormati Alquran, adalah: menggunakan melodi “dangdut koplo”,
misalnya, untuk membaca Alquran. Jelas nagham semacam itu tak bisa dibenarkan
untuk dipakai sebagai nagham Alquran.
Tak
ada kaidah yang ketat dalam penggunaan nagham ini. Boleh tidaknya nagham
tertentu hanya bisa kita ketahui jika kita mengetahui konteks “case per case“
Penggunaan
nagham memang
dianjurkan karena ini juga bagian dari nyawa dalam membaca Al Quran, tapi tentu
dengan memperhatikan kaidah-kaidah khusus seperti tajwid, panjang pendek, dan
lainnya agar bacaan terdengar indah dan tidak melanggar syariat.
Disarikan
dari alif.id dan suaramuslim.net/
0 komentar:
Posting Komentar