Pages

Sabtu, 03 Agustus 2019

Mengenal Nagham dalam Seni Baca Alquran


Jka selama ini kita mengenal tujuh qira’ah atau cara membaca Alquran yang dianggap otoritatif (dikenal sebagai qira’ah sab’ah), maka kita juga mengenal nagham, yaitu lagu yang dipakai dalam membaca Alquran. Jika qira’ah jumlahnya terbatas, maka nagham jumlahnya tidak terbatas. Sepanjang sejarah Alquran, kita mengenal ratusan, atau malahan ribuan nagham Alquran. Sayangnya, sejarah nagham Alquran ini masih jarang ditulis.

Setiap suku bangsa bisa menyumbang nagham dan langgam membaca Alquran yang berbeda-beda, menambahkan kekayaan tradisi tilawah yang sudah ada selama ini.

Apakah langgam/nagham baca Alquran yang beragam seperti ini tidak bid’ah, karena tak ada di zaman Nabi? Tentu saja bid’ah, tetapi ini adalah bid’ah yang mubahah (diperbolehkan), kalau bukan malah bid’ah hasanah (inovasi yang baik). Kalau urusan bid’ah, langgam tilawah yang ada di Masjidil Haram atau Nabawi saat ini pun bid’ah, karena langgam seperti itu tak ada di zaman Nabi.

“Kaidah pokok dalam tilawah Alquran adalah satu saja: yaitu tajwid, membaca Alquran sesuai dengan makharij al-huruf dan kaidah-kaidah tajwid yang ada.”

Apa itu Nagham?

Menurut Kamus Arab-Indonesia yang ditulis oleh Mahmud Yunus, nagham secara etimologi bisa disamakan dengan kata ghina. Sedangkan secara terminologi dalam buku Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para Sahabat karya tulisan dari Abdussalam Muqbil Al-Majidi, nagham adalah mengenakkan suara, menyanyikan bacaan, menghiasi dan melembutkannya sesuai kaidah-kaidah yang telah diketahui. Bisa disimpulkan, bahwa nagham adalah memperindah bacaan Al Quran dengan memperhatikan kaidah-kaidah khusus.

Di sisi lain, Ibnu Mazur dinukilkan oleh Dr. Basyar Awad Ma’ruf, al-Bayan fi Hukm at-Taghanni bi Alquran, ada dua teori tentang asal mula munculnya nagham Al Quran. Yang pertama, nagham Al Quran berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Dan yang kedua, terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang.

Kedua teori di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nagham pada mulanya berasal dari khazanah tradisional Arab. Lalu, metode ini diturunkan secara turun menurun hingga hari ini agar melengkapi bacaan Al Quran. Menurut pendapat Abdul Hamid Abdulloh, Ketua Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Jawa Timur, metode nagham diturunkan dengan sima’i (mendengar), talaqqi (menerima dan mengambil pelajaran lewat bimbingan guru), dan musyafahah (dari mulut ke mulut).

Sementara itu, hukum membaca Al Quran dengan nagham diperbolehkan menurut kesepakatan para ulama, seperti pendapat Mehmet Paksu seorang pakar Islam asal Turki dalam ulasannya di Reciting the Qoran with Taghanni, ”Para Ulama sepakat bahwa membaca Al Quran dengan suara yang indah merupakan amalan yang dianjurkan”.

Tak hanya ia yang berpendapat demikian namun Imam Nawawi juga berpendapat seperti itu, ia menuturkan bahwa semua ulama sepakat bahwa memperindah suara dalam bacaan Al Quran diperbolehkan dengan batas-batas tertentu, jika batas-batas itu dilanggar seperti, mengabaikan tajwid, menambahkan atau mengurangi satu huruf maka bacaan dengan nagham bisa jadi haram hukumnya.

Sedangkan, kesepakatan para ulama ini diperkuat oleh Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi, “Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu sebagaimana Dia mendengarkan Nabi-Nya membaguskan bacaan Al Quran dan mengeraskan suaranya.”

Ragam-Ragam Nagham Alquran

Seni baca Alquran baru menampakkan geliatnya pada awal abad ke-20 yang berpusat di Makkah dan Madinah, serta di Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim yang sangat aktif mentransfer ilmu-ilmu agama (termasuk nagham) sejak awal 19 M. 

Hingga hari ini, Makkah dan Mesir merupakan kiblat nagham dunia. Masing-masing kiblat memiliki karakteristik tersendiri. Dalam tradisi Makkawi (Makkah).

Dikenal lagu Banjakah, Hijaz, Maya, Rakby, Jiharkah, Sika, dan Dukkah.Sementara, dalam tradisi Misri (Mesir) terdapat Bayyati, Hijaz, Shobah, Rashd, Jiharkah, Sika, dan Nahawand.

1. Bayyati 

Setiap bentuk susunan lagu tilawah Alquran, terutama yang bersifat formal, selalu diawali dan diakhiri dengan irama Bayyati. Lagu Bayyati penutup terdiri dari dua bentuk dan dua tingkatan suara, yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.

2. Shobah (Maya)

Lagu Shobah terdiri dari lima bentuk dengan tiga variasi, yaitu Ajami, Mahur, dan Bastanjar. Sementara, untuk tingkatan suaranya ada dua, yakni Jawab dan Jawabul Jawab.

3. Hijazi (Hijaz)

Lagu ini terdiri dari tujuh bentuk dan empat variasi, yaitu Kard, Kard- Kurd, Naqrisy, dan Kurd. Sementara, bentuk tingkatan suaranya ada tiga, yakni Jawab, Jawabul Jawab, dan Qarar.

4. Nahawand (Iraqi)

Lagu Nahawand terdiri dari lima bentuk dan dua selingan, yaitu Nuqrasy dan Murakkab. Ciri-ciri variasi Nuqrasy adalah bernada rendah (turun) sedangkan variasi Murakkab bernada tinggi (naik).Adapun tingkat suara Nahawand ada dua, yakni Jawab dan Jawabul Jawab.

5. Sika 

Lagu Sika terdiri dari enam bentuk dan empat variasi, yaitu Misri, Turki, Raml, dan Uraq. Sementara, tingkatan suaranya ada tiga, yakni Qarar, Jawab, dan Jawabul Jawab.

6. Rast dan Rasta 'alan Nawa

Lagu Rast dan Rasta 'alan Nawa selalu berhubungan satu sama lainnya. Jika bacaan dimulai dengan lagu Rast maka mesti dilanjutkan (disambung) dengan Rasta 'alan Nawa. Jenis lagu ini terdiri dari tujuh bentuk dan tiga variasi, yaitu Usyaq, Zanjiran, dan Syabir 'ala ar- Ras. Sementara, tingkat suaranya ada dua, yakni Jawab dan Jawabul Jawab.

7. Jiharkah 

Lagu Jiharkah terdiri dari empat bentuk dan satu variasi, yaitu Kurdi.Sementara, tingkatan suaranya ada dua, yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.

8. Banjaka

Lagu Banjaka/Rakbi dikhususkan untuk lagu-lagu dalam bacaan tartil Alquran dan nyanyian Qasidah saja.Lagu jenis ini jarang sekali (dan bahkan hampir tidak pernah sama sekali) dipakai dalam bacaan tilawah Alquran. Kemungkinan besar karena lagu tersebut kurang begitu cocok diterapkan dalam tilawah

Kemudian, irama ini banyak macamnya. Tergantung para qori’ terbiasa menggunakan nagham yang seperti apa. Nagham yang umumnya dipakai ada delapan jenis sebagaimana keterangan di atas yaitu Bayyati (Husaini), Sika, Shoba (Maya), Rasta alan nawa, Hijazi (Hijaz), Jiharkah, Nahawarand (Iraqi), dan Banjaka (Rakbi).

Setidaknya para qori’ di dunia kebanyakan menggunakan salah satu dari ke delapan nagham tersebut, senada dengan pendapat Mochaman Ihsan Ufiq, pengamat seni Al Quran dalam artikelnya Nama-nama Lagu/Irama Seni Tilawatil Qur’an, ”Hampir dari seluruh qori’ di dunia menggunakan satu dari delapan nagham tersebut saat membaca Al Quran.”

Adapun perkara “nagham” atau lagu, tak ada batasan. Setiap negara, bahkan komunitas, boleh membaca Alquran dengan nagham yang beda. Yang penting, nagham yang dipakai tidak menabrak tajwid.

Meskipun tak ada batasan bagi nagham, tetapi sebaiknya nagham yang kita pakai untuk membaca Alquran haruslah nagham yang sesuai dengan kesakralan dan kemuliaan Kitab Suci ini; haruslah nagham yang “reverent”, menghormati kedudukan Alquran.

Contoh nagham yang “irreverent“, tidak menghormati Alquran, adalah: menggunakan melodi “dangdut koplo”, misalnya, untuk membaca Alquran. Jelas nagham semacam itu tak bisa dibenarkan untuk dipakai sebagai nagham Alquran.

Tak ada kaidah yang ketat dalam penggunaan nagham ini. Boleh tidaknya nagham tertentu hanya bisa kita ketahui jika kita mengetahui konteks “case per case

Penggunaan nagham memang dianjurkan karena ini juga bagian dari nyawa dalam membaca Al Quran, tapi tentu dengan memperhatikan kaidah-kaidah khusus seperti tajwid, panjang pendek, dan lainnya agar bacaan terdengar indah dan tidak melanggar syariat.

Disarikan dari alif.id dan suaramuslim.net/

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer