RAJA PERSIA DAN SANG PUTRI LAUT
Ada suatu masa, hiduplah seorang raja
dari Persia, yang di awal kekuasaannya
sangat dihormati karena meraih banyak kemenangan dan penaklukan. Setelah
masa itu, ia menikmati kedamaian dan ketenangan yang luar biasa sehingga
negerinya mempunyai masa pemerintahan yang paling membahagiakan. Penyesalan
yang dimilikinya hanyalah ia belum memiliki pewaris yang kelak akan meneruskan
tahtanya setelah ia wafat. Suatu hari, berdasarkan tradisi dari leluhurnya
selama mereka berada di ibu kota, ia mengadakan semacam pertemuan dengan para
penasihat kerajaan, di mana semua duta besar dan orang-orang asing dalam
kerajaannya hadir di sana. Di antara mereka terdapat seorang pedagang dari
negara yang jauh, yang mengirimkan pesan kepada sang raja agar ia diberi
kesempatan untuk menghadap, karena ia ingin menyampaikan sebuah pesan penting.
Sang raja memerintahkan agar permintaan si pedagang dikabulkan, dan setelah
pertemuan usai, dan seluruh tamu sudah beristirahat, sang raja menanyakan
urusan apa yang telah membawa si pedagang ke istana.
“Tuan,” kata si pedagang, “Aku
memiliki sesuatu dan aku mohon agar Yang Mulia melihatnya, seorang hamba yang
paling cantik dan memesona, yang tidak mungkin ditemukan di tempat lain di muka
bumi ini. Hanya dengan memandangnya, Yang Mulia pasti ingin menjadikannya
sebagai permaisuri.”
Sang hamba yang cantik, atas perintah
Raja, segera dibawa masuk. Sang Raja langsung terpesona oleh kecantikan dan
keanggunan wanita itu yang melampaui bayangannya dan membuatnya langsung jatuh
cinta. Ia pun memutuskan untuk segera menikahi wanita itu.
Sang Raja memerintahkan agar sang
hamba yang cantik itu ditempatkan di kamar terindah di samping kamarnya
sendiri. Ia juga memberikan instruksi-instruksi khusus kepada para pelayan yang
ditunjuk untuk melayani wanita itu, agar mereka memberikannya pakaian-pakaian
dan kalungkalung permata yang paling indah. Demikian pula berlianberlian yang
paling berkilau dan batu-batu mulia lainnya, yang boleh dipilih sesuai seleranya.
Ibu kota sang Raja Persia terletak di
sebuah pulau dan istananya, yang sangat luas, dibangun di tepi pantai. Jendela
kamarnya menghadap langsung ke laut dan jendela kamar si hamba cantik, yang
berada tidak jauh dari kamar sang Raja, juga memiliki pemandangan yang sama.
Tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan melihat ombak yang hampir
mencapai bagian bawah dinding istana itu.
Di hari ketiga, sang hamba cantik,
setelah didandani dengan teramat sangat indah, sedang sendirian di dalam
kamarnya, duduk di atas sebuah sofa, dan bersandar di sebuah jendela yang
menghadap ke laut, ketika sang Raja, yang sebelumnya telah mengumumkan akan
datang mengunjunginya, masuk ke dalam kamar. Sang hamba yang mendengar ada
seseorang berjalan di dalam ruangan, dengan segera berpaling untuk melihat
siapa yang datang. Sang hamba mengetahui bahwa yang datang adalah sang Raja,
namun tanpa menunjukkan sedikit pun reaksi, atau setidaknya bangkit dari
duduknya untuk menghormati atau menyambut sang Raja, ia malah berbalik menghadap
ke jendela lagi, seakan-akan ia dikunjungi oleh orang yang paling tidak penting
di seluruh dunia ini.
Sang Raja Persia amat terkejut dengan
sikap tidak peduli yang ditunjukkan oleh seorang hamba yang memiliki kecantikan
luar biasa ini. Ia menganggap sikap hamba itu disebabkan oleh kurangnya
pendidikan, dan ia segera memerintahkan agar sang hamba diberi pelajaran
mengenai tata krama. Sang Raja menghampiri ke jendela, tetapi ia disambut
dengan sikap dingin dan tidak peduli oleh sang hamba. Hamba itu membiarkan
dirinya untuk dikagumi, diciumi, dan dipeluk namun ia tidak berbicara kepada
sang Raja sepatah kata pun.
“Istriku tersayang,” kata sang Raja,
“Dirimu sama sekali tidak menjawab, maupun memberikan sedikit reaksi yang
membuatku percaya bahwa kau mendengarkanku. Mengapa dirimu bersikap diam
seperti ini, yang membuatku merasa dingin? Apakah dirimu berduka karena
kerinduanmu pada negaramu, teman-temanmu, atau saudara-saudaramu? Apakah aku,
sang Raja Persia, yang mencintai dan mengagumi, tak mampu untuk menghiburmu,
dan membantumu untuk melupakan semua kerinduan yang kau alami di dunia ini?”
Namun, sang hamba cantik tetap tidak
bergeming dan matanya masih terpaku ke tanah, tidak menatap sang Raja ataupun
mengucapkan sepatah kata. Setelah mereka bersantap malam bersama dalam
keheningan, sang Raja bertanya kepada para pelayan wanita yang telah ditugaskan
untuk melayani sang hamba yang cantik, apakah mereka pernah mendengarnya
berbicara.
Salah seorang dari pelayan itu
menjawab, “Tuanku, kami tidak pernah sekali pun melihatnya membuka mulutnya
atau mendengarnya berbicara lebih daripada yang Tuan dengar. Kami telah
melayaninya, kami menyikat dan menghias rambutnya, mengenakan pakaiannya, dan
menungguinya di kamar, namun ia tidak pernah membuka mulutnya, bahkan untuk
sekadar mengatakan sudah cukup, atau, aku menyukainya. Kami sering bertanya
kepadanya, Nyonya, bantuan apa lagi yang Anda butuhkan? Adakah sesuatu yang kau inginkan? Mintalah dan perintahlah
kami, tetapi kami tidak pernah mampu membuatnya berbicara. Kami tidak
mengetahui apakah sikap diamnya itu disebabkan oleh keangkuhan, penderitaan,
kebodohan, atau kebisuan, dan hanya inilah yang dapat kami beritahukan kepada
Yang Mulia.”
Sang Raja Persia menjadi lebih
terkesima setelah mendengar semuanya, namun, ia mempercayai bahwa sang hamba
memiliki alasan yang menyebabkannya menderita. Sang Raja berusaha untuk
mengalihkan perhatian dan menghiburnya, namun semua sia-sia. Selama setahun,
hamba cantik itu tidak memberikan kebahagiaan bagi sang Raja, yang ingin mendengarnya
berkata-kata.
Hingga akhirnya, hari yang penuh
kegembiraan tiba di ibu kota, sang raja dan ratunya yang pendiam memiliki
seorang putra dan pewaris tahta kerajaan. Sekali lagi, sang raja berharap untuk
dapat mendengar sepatah kata dari istrinya. “Ratuku,” katanya, “Aku tak dapat
menebak apa yang ada di benakmu saat ini, tetapi, bagiku, tidak ada yang dapat
melengkapi kebahagiaanku dan sukacitaku selain mendengarmu berbicara walaupun
hanya sepatah kata, karena lubuk hatiku mengatakan bahwa kau tidak bodoh, dan
aku memohon kepadamu, meminta dengan sangat, agar dirimu menghentikan
keheningan yang panjang ini, dan berbicara satu kata saja padaku, dan setelah
itu aku tidak peduli lagi kapan aku akan mati.”
Pada saat itu, sang hamba yang
cantik, yang biasanya hanya mendengarkan sang Raja dengan mata tertunduk,
yang membuat sang Raja memiliki alasan
untuk percaya bahwa sang hamba tidak hanya bodoh namun juga tidak pernah
tertawa seumur hidupnya, mulai tersenyum kecil. Sang Raja Persia merasakannya
sebagai sebuah kejutan sehingga ia memekik kegirangan. Ia sangat yakin bahwa
sang hamba sebentar lagi akan berbicara, maka ia menunggu saat bahagia itu
dengan bersemangat sampai kehilangan kata-kata.
Akhirnya, sang hamba cantik,
mematahkan keheningan panjangnya, berbicara kepada sang Raja, “Tuanku,”
katanya, “Aku ingin mengatakan banyak hal kepada yang mulia, tetapi setelah
akhirnya berbicara lagi, aku tidak tahu dari mana harus memulai. Bagaimana pun,
pertama-tama, aku wajib berterima kasih kepadamu atas segala pertolongan dan
kehormatan yang kau berikan kepadaku, dan semoga surga memberkati dan memberimu
kemakmuran, menjauhkanmu dari bahaya musuh-musuhmu, dan tidak membuatmu mati
setelah mendengarku bicara, melainkan memberimu umur panjang. Tak pernah terpikirkan olehku untuk
melahirkan seorang anak, aku telah meneguhkan hati untuk tidak pernah
mencintaimu, dan juga untuk tetap diam selamanya, tapi sekarang aku mencintaimu
seperti seharusnya.”
- To Be Continued
Saksikan episode selanjutnya dengan mendownload
versi luring/ offline pada link pdf di bawah ini
0 komentar:
Posting Komentar