“Kala
ekspedisi Kapal Hitam Amerika oleh Komodor Matthew Perry pertama kali mendarat
di Jepang pada Juli 1853, negeri matahari terbit ini menganggap ilmu
pengetahuan dan teknologi hanya pertunjukan sihir. Negeri tertutup ini menyebut
bangsa asing dari Barat sebagai Namban yang berarti Orang Barbar dari
Selatan.”
Restorasi
Meiji (1868) membuat mereka melompat dari lelap panjang, dan dengan sangat
lahap menyalin seluruh kemajuan Barat. Revolusi Industri di Eropa dan Amerika
menggelinding bak bola salju hingga menjadi raksasa peradaban saat tiba di
negeri Asia Timur yang sempat dicengkram diktator militer Keshogunan
Tokugawa ini.
Tahun-tahun
genting Restorasi Meiji juga menjadi tahun-tahun penting bagi sejarah
penghapusan perbudakan di Amerika, dan ketika Abraham Lincoln presiden pejuang kemanusiaan
itu terbunuh (1865). Tahun-tahun penting yang serentak.
Kita
tahu, Jepang adalah negeri yang banyak musibah di mana-mana akibat alamnya
tidak ramah. Muka buminya curam dan berbahaya untuk dihuni karena risiko tanah
longsor akibat gempa bumi, ditambah kondisi tanah yang lunak dan sering ditimpa
hujan lebat.
Pemusatan
penduduk berada di pesisir namun di situ juga tidak aman karena bahaya tsunami
mengintai saban waktu. Gempa bumi dahsyat bukan barang langka bagi negeri yang
berada di atas Lingkaran Api Pasifik ini. Konflik politik dan perang saudara
menjadi bagian dari masa-masa kemurungan Jepang. Ia kemudian adalah catatan
getir, betapa pernah tidak nyamannya hidup bersama bunga-bunga sakura.
Jepang
lalu dibangkitkan oleh Amerika sehingga menjadi kuat secara militer. Tapi
kemudian ia menghabisi Asia secara fasis dan menjadi murid kurang ajar bagi
Amerika. Amerika yang membangkitkan, Amerika juga yang melumatkan hingga Kaisar
Hirohito mengibarkan bendera putih.
Sedikitnya
129.000 mayat terbujur memenuhi Nagasaki dan Hiroshima oleh kedahsyatan senjata
nuklir yang pertama dan satu-satunya di dunia. Pada bulan-bulan seterusnya,
banyak yang menyusul tewas karena luka bakar, efek radiasi, dan cedera lain
disertai sakit dan kekurangan gizi.
Seolah
semuanya sehebat Samurai, bangsa Jepang yang terkenal sangat tangguh dan
berdisiplin tinggi itu tak mengenal kata mati. Bahkan ia menjadi lebih kuat
seperti sebelumnya, ibarat mutan yang menyerap energi listrik dalam film-film
Sci-fi, Jepang menyerap energi nuklir yang ditimpakan kepada Nagasaki dan
Hiroshima.
Sebelumnya
ribuan saintis dan industrialis terbaik mereka dikirim ke Amerika dan Eropa
untuk belajar, dan ribuan saintis terbaik dari Amerika dan Eropa didatangkan ke
Jepang untuk membangun kapasitas teknologi dan industri di negeri ini.
Dan
setelah ditimpa bom atom, Jepang makin bersemangat untuk mengadopsi sistem
pendidikan terbaik di dunia. Mereka membuat terobosan dengan mengadopsi sistem
manajemen dari orang Amerika yang bahkan tidak dikenal di Amerika sendiri.
Sistem
itu -seperti ditulis Eko Laksono seorang pemerhati kota -bernama Total
Quality Management yang berasal dari ahli statistik bernama Edward Deming.
Jepang juga bahkan mengembangkan teknologi transistor dan robotik lebih cepat
dari Amerika sendiri. Pada tahun 1980, Sony telah menguasai Amerika, dan
perusahaan-perusahan otomotif-nya, Toyota dan Honda nyaris menghancurkan
Detroit.
“Kunci
akselerasi peradaban bukan hanya dari sistem pendidikan, pembangunan sekolah
dan perpustakaan, tapi juga oleh pengaruh pemimpinnya yang menginspirasi anak
bangsanya untuk menjadi pembelajar dengan impian yang besar untuk kembali
bangkit.”
Singapura
yang sempat berkembang di bawah pendudukan Inggris, di awal kemerdekaannya pada
tahun 1965, justru terancam kolaps dan tanpa sumber air. Tak seorang pun yakin
bahwa Singapura yang sangat kecil dan nyaris tak punya kekayaan alam itu akan
bisa survive sebagai sebuah negara.
Tidak
hanya bertahan, tapi negeri kecil ini membuat lompatan perkasa. Ia seketika
menjadi negara termaju, tersukses dan paling makmur di dunia. Negeri ini isi
perut buminya kosong, tapi mampu mengekspor keunggulan strategi manajemen
pengelolaan kotanya ke sejumlah negara maju.
Lee
Kuan Yew-lepas dari stigma sebagai penyingkir pribumi-adalah ibarat mesin
penyintas, di bawah komandonya, Singapura yang layu kemudian memiliki kekuatan
ekonomi pasar yang sangat maju, yang secara historis berputar di sekitar
perdagangan entrepot. Bersama Hongkong, Korea Selatan dan Taiwan,
Singapura adalah satu dari Empat Macan Asia.
Pemimpin
bangsa lainnya seperti Park Chung-hee (Korea Selatan) dan Lula da Silva
(Brazil) adalah contoh negarawan yang bisa membingkaskan bangsanya dari titik
terpuruk menjadi salah satu bangsa yang ekonominya kuat di dunia.
Lepas
dari kolonialisasi Inggris pada 1966, Bostwana hanya punya jalan sepanjang 1,5
kilometer, namun ketika negeri Afrika yang terkurung oleh daratan ini
dikendalikan oleh Bamangwato dan Quett Masire sebagai presiden keduanya,
Botswana telah memiliki perkembangan tercepat di dunia dalam standar hidup dan
saat ini tercatat sebagai tempat safari paling dahsyat dari benua hitam.
Mereka
berasal dari luluh lantak dan sumber daya alam yang tak dapat dibanggakan
(kecuali Bostwana yang kaya intan, namun sangat terpencil dan primitif),
berbeda jauh dengan kita bangsa Indonesia. Nestapa dari titik paling nadir itu
tidak membuat mereka berhenti tapi tumbuh penuh pesona. Darinya tercipta
simfoni hebat seperti Fur Elise.
Ruangan
sepi perabotan dan berantakan dan sebuah piano kecil seukuran anak-anak telah
dijadikan oleh Ludwig van Beethoven untuk menulis opera pertama dan
satu-satunya, Fidelio, serta komposisi pendek yang manis berjudul Fur
Elise.
Dia
tahu dia akan tuli dan menderita karena kehilangan satu indera terpenting dalam
dunianya. Namun ketulian itu tak menganggu produktifitas kreatif Sang Maestro. Was
ist mit dir Indonesien? MNT
Sumber:
kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar