Pages

Minggu, 11 Agustus 2019

Zaman Keemasan Islam

Sumber gambar: islamaktual.net


MENARA DAN MERCU

Pada 21 Maret 630, Kaisar Byzantium Heraklius memimpin pasukannya memasuki Yerusalem melalui Gerbang Emas untuk mendirikan Salib Sejati1 Kristus, yang baru saja direbutnya kembali dari bangsa Persia dalam salah satu perang besarnya dengan Persia. Dengan pakaian sederhana, dia turun dari kuda tak jauh dari Gereja Makam Suci,2 dan melanjutkan sisa perjalanannya dengan berjalan kaki. Ribuan orang Kristen yang menangis penuh kebahagian, membuka jalan di depannya, dan karpet yang dibubuhi ramuan wewangian digelar di sepanjang jalannya. “Sebuah kegembiraan yang tak terlukiskan,” tulis seorang penyair Byzantium, “memenuhi seluruh semesta.” Ini adalah “sebuah peristiwa kemenangan bagi seluruh dunia Kristen,” dan hingga hari ini masih ditandai dalam kalender Gereja sebagai “Pesta Salib Suci”. Namun, bahkan ketika peristiwa ini tengah berlangsung, dalam salah satu kebetulan yang paling ganjil dalam sejarah, terdengar kabar bahwa pos terluar kekaisaran di seberang Sungai Yordan baru saja diserang oleh sekelompok kecil pasukan Arab. Sang kaisar tidak terlalu memedulikannya. Namun, hanya dalam beberapa tahun, Palestina dan banyak provinsi lainnya akan dipisahkan selamanya dari kekuasaan Romawi, Kekaisaran Persia diluluhlantakkan, dan sebuah agama dan bangsa baru akan bangkit mengendalikan panggung dunia. Pada 636, hanya enam tahun setelah Heraklius menyepelekan serangan pertama bangsa Arab itu, pasukannya sendiri yang berjumlah besar akan digilas oleh tentara Umar, khalifah kedua Nabi, di tepi Sungai Yarmuk di Syria. Bahkan sejak hari itu, pasukan dari Timur Tengah dan Timur Dekat selalu memiliki “pandangan merendahkan yang dalam dan senyap” terhadap derap bala tentara Kristen.

KEBANGKITAN ISLAM KERAP DIGAMBARKAN TERJADI DALAM sebuah masyarakat primitif Arab penghuni padang pasir, yang menggembalakan ternak mereka jika tidak sedang menyergap kafilah atau terlibat dalam perseteruan antarsuku. Setelah mereka memeluk Islam, suku-suku ini disatukan dan, setelah Nabi mereka wafat (begitulah kisahnya), melipat tenda mereka dan bergerombol keluar dari padang pasir untuk menyebarkan ajaran barunya ke seluruh dunia. Hampir dalam satu malam, mereka mulai menunjukkan tingkat kebudayaan yang luar biasa dan menjadi mesin militer yang tak terkalahkan. Gambaran ganjil itu, yang masih populer di Barat, terlalu menyedihkan sekaligus dilebih-lebihkan pada saat yang sama. Islam lahir dari wilayah di mana berbagai peradaban maju—Mesir, Babilonia, Persia, dan Byzantium—telah tumbuh subur sejak zaman kuno. Arabia ada di kawasan pinggiran mereka, namun secara bergiliran atau bersama-sama semua kebudayaan itu telah mengairi tanah mentalnya. Lembaran-lembaran tanah beraksara paku mencatat bala tentara Arab lengkap dengan infanteri, kavaleri, dan kereta perang di masa seawal 853 SM. Dan tradisi lisan puisi Arab gilanggemilang dengan syair-syair kepahlawanan yang mengisahkan berbagai peperangan besar, impian cinta, dan oase surgawi. Berbagai kekaisaran jatuh dan bangun, dan pada abad ke-7 M, bala tentara Arab yang besar itu dan kerajaan-kerajaan yang mereka layani telah lama sirna. Namun kawasan ini tetap dalam transisi yang dinamis, di mana berbagai aliran agama dan kebudayaan yang penuh semangat saling bertemu.

Nabi Muhammad muncul dari tanah ini

Dilahirkan sekitar 570 M di Mekkah, di Arabia, di pesisir Laut Merah, Muhammad adalah putra seorang saudagar dan tergolong dalam suku elite Arab, Quraisy. Menjadi yatim saat masih sangat kecil, dia dibesarkan oleh sanak keluarganya, menikahi seorang janda saudagar kaya (yang jauh lebih tua dari dirinya), memiliki empat putri dan dua putra, dan, mengikuti jejak ayahnya, memulai karier perdagangan.

Meskipun memiliki minat duniawi, dia adalah seorang yang religius, menghabiskan bermalam-malam merenung di Gua Hira dekat Mekkah, dan di sanalah pada suatu hari pada 620, demikian dikisahkan, malaikat Jibril menampakkan diri padanya dan mendesaknya untuk berdakwah kepada bangsa Arab atas nama satu Tuhan yang sebenarnya. Seperti nabi-nabi Arab yang lain, dia bicara dengan prosa ritmis, namun wahyu yang dibawanya khas monoteistik, yang membuatnya berbeda.

Kebanyakan orang Arab menyembah kekuatan-kekuatan alam dan di Mekkah pemujaan berhala berkisar di seputar sebuah meteor. Inilah Batu Hitam (Hajar Aswad) yang terkenal, yang dilekatkan pada sebuah bangunan suci berbentuk kubus yang disebut Ka’bah. Muhammad mengecam keras pemujaan berhala politeistik (Ka’bah memuat setidaknya 150 berhala) dan berbagai praktik yang sangat barbar seperti mengubur anak perempuan hidup-hidup. Walaupun dia tidak memiliki pengetahuan langsung mengenai kitab suci Yahudi ataupun Kristen, yang saat itu belum diterjemahkan ke dalam bahasa Arab (satu-satunya bahasa yang dia kenal), dia mengalami banyak pertemuan dengan orang Yahudi dan Kristen, baik dalam perjalanan kafilahnya maupun di Mekkah; dan pemahaman keagamaannya dipengaruhi secara mendalam oleh gagasan yang dia peroleh dari dua agama ini. Pemahamannya terhadap ajaran dan tradisi keduanya, betapapun tidak jelas, adalah sungguh-sungguh dan dia menganggap dirinya sebagai pembaharu agama yang diberi amanat oleh Tuhan untuk memulihkan peribadatan kuno Ibrahim, yang diyakininya telah dikhianati oleh orang Yahudi dan Kristen.

Muhammad, sebenarnya, tidak pernah mengklaim sebagai pendiri sebuah agama baru, namun hanyalah orang yang memiliki tugas suci, meski tak dikehendaki, untuk mengingatkan sesama manusia akan datangnya Hari Penghakiman. Dia menganggap dirinya nabi terakhir, segel dan batu landasan dari para nabi yang telah datang sebelumnya. Tapi kaum elite Mekkah tidak menyukai serangannya pada keyakinan mereka dan ancaman tersirat yang ditimbulkan terhadap keuntungan yang mereka terima dari ziarah tahunan (atau Hajj) yang dilakukan bangsa Arab ke Ka’bah. Ajarannya semula juga membangkitkan permusuhan dan ejekan, dari masyarakat secara umum, yang memaksanya meninggalkan Mekkah pada 622 ke kota Madinah di utara. Ini kemudian dikenal sebagai tahun Hijrah, atau Perpindahan. Dalam kalender umat Muslim, peristiwa ini menandai tahun Satu. Semuanya dalam kalender Muslim berawal dari saat itu, seperti halnya umat Kristen menanggali kalender mereka (mundur dan maju) dari titik yang dianggap waktu kelahiran Kristus.

Di Mekkah, Muhammad adalah pendakwah yang disengiti dengan jemaah berjumlah kecil; di Madinah, dia menjadi pemimpin pihak yang kuat, yang menjadi dasar bagi kebangkitannya. Dia mulai bertindak sebagai pemberi hukum bagi komunitas kecil kaum pengungsi, menarik beberapa pemeluk baru, mengusir atau membunuh mereka yang mencercanya, dan mendirikan sebuah negarakota teokratik. Antara 622-628 berbagai bentrokan terjadi antara para pengikutnya dan orang-orang Mekkah, namun pada 630 dia berada di atas angin. Mekkah direbut, dan bangsa Arab hingga sejauh Bahrain, Oman, dan wilayah Arabia selatan bergabung dalam pasukannya. Meski suku-suku Arab sejak lama merupakan pasukan yang mudah bergejolak di kawasan ini, Muhammad berhasil menempa mereka menjadi sebuah konfederasi tunggal dan membujuk mereka untuk mengesampingkan kecemburuan dan perseteruan mereka.

Ikatan kesatuan mereka bukan hanya karisma Muhammad, tapi Islam, agama baru mereka. “Islam” berarti “menyerah” atau “patuh pada kehendak Tuhan”. Karena itu, orang yang memeluk Islam adalah seorang “Muslim”, berarti “orang yang menyerahkan diri”. Kredo sederhana Islam adalah “Tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Nabi-Nya.” Esensi ajarannya adalah keimanan pada Tuhan (“Allah” dalam bahasa Arab) dan para Malaikat-Nya; pada Kitab Suci atau al-Quran (berarti “bacaan”) yang diwahyukan melalui Muhammad pada umat manusia; dan pada Kebangkitan dan Penghakiman terakhir manusia menurut perbuatannya di bumi. Yang juga sama sederhana dan jelasnya adalah kewajiban yang dibebankan pada mereka yang beriman. Kewajibankewajiban itu terdiri atas membayar zakat; shalat lima kali sehari—saat fajar, siang, sore, terbenamnya matahari, dan petang—menghadap Mekkah; melaksanakan puasa selama bulan Ramadhan, bulan kesembilan dalam tahun Islam; dan haji, atau ziarah ke Mekkah, yang diambil alih Islam dari penyembah berhala di masa lalu. Umat Muslim berpantang makan babi dan minum anggur; memandang pernikahan sebagai sebuah upacara sipil; dan menguburkan mereka yang meninggal. Umat Muslim ortodoks tidak mengizinkan penggambaran apa pun yang bersifat ilahiah, dan dalam bentuk-bentuk peribadatan mereka tidak ada pendeta atau rohaniwan yang menjadi perantara antara ruh dan Tuhan. Masjid, tempat orang-orang yang taat berkumpul untuk melakukan ibadah publik setiap Jumat, merupakan sebuah lapangan terbuka yang dikelilingi oleh barisan tiang penyangga atap dan merupakan sebuah tempat penyimpanan tanpa hiasan teks al-Quran. Masjid memiliki sebuah mihrab atau ceruk yang menunjukkan arah Mekkah, sebuah mimbar, dan sebuah menara tempat muazin (begitu dia disebut) mengumandangkan panggilan untuk shalat.

Meskipun Muhammad, seperti Kristus, tidak pernah menulis apa pun, akhirnya catatan-catatan ajarannya yang tersebar disatukan secara anumerta dan dibandingkan dengan hafalan lisan. Dengan proses penyuntingan yang panjang (tidak berbeda dengan yang dialami pembuatan Perjanjian Baru), muncullah sebuah al-Quran versi kanonik. Teks suci ini segera dilengkapi dengan sejumlah sangat besar kumpulan pernyataan dan tindakan Muhammad, yang dikenal sebagai Sunah atau Hadis. Hadis, baik yang asli maupun palsu, berperan sebagai Talmud bagi umat Muslim dan “memberi komunitas ini berbagai ajaran dan teladan apostolik yang mencakup detail terkecil dari perilaku yang layak bagi seseorang dalam hidup.” Hadis juga menyediakan khazanah ensiklopedis berisi anekdot, perumpamaan, dan pepatah yang merupakan bahan pendidikan bagi umat Muslim.

Muhammad wafat pada 632 ketika kembali dari ziarah ke Mekkah dan semula kepemimpinan diwariskan melalui pemilihan pada serangkaian khalifah, atau “pengganti”— Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali—yang mewarisi mahkota duniawinya namun bukan mahkota teokratiknya. Keempat khalifah pertama tersebut, yang memerintah tanpa mendirikan dinasti, kadang dikenal sebagai para khalifah ortodoks, dan di bawah kepemimpinan merekalah—dan jenderal mereka yang tak terkalahkan, Khalid bin Walid (“si pedang Islam”)—berbagai penaklukan awal dilakukan.
- To Be Continued

Saksikan kisah selanjutnya dengan mendownload versi luring/ offline pada link pdf di bawah ini

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer